Situs Kawali
Astana Gede peninggalan
masa kerajaan Galuh sekitar abad ke – 14 Masehi yang merupakan tempat suci
pemerintahan sunda Galuh di Kawali pada zaman dahulu Astana Gede bernama
Kabuyutan Sanghyang Lingga Hiyang ( Astana = Makam dan Gede = Besar ). Yaitu
makam Adipati Singacala sebagai Raja Kawali tahun 1643 – 1718 M keturunan
Sultan Cirebon yang menganut agama Islam. Raja – raja Kwali terdahulu masih
menganut Agama Hindu. Jadi di konflek itu ada peninggalan Hindu.
Sebagai pusat
pemerintahan raja – raja yang pernah bertahta adalah Prabu Ajiguna Linggawisesa
yang dikenal Sang Lumanghing Kiding. Prabu Raga Mulya ( Aki Kolot ) Prabu
Lingga Buana gugur pada Peristiwa Babat. Rahyang Niskala Wastukencana yang
meninggalkan beberapa prasasti dan Dewa Niskala anak dari Rahyang Watukencana.
Lokasi Astana Gede
sebelah utara 27 km dari Kab. Ciamis, di dusun Indrayasa Kec. Kawali Kab.
Ciamis. Luas wilayah area Astana Gede adalah 5 Ha. Di sekelilingnya rimbun
dengan pepohonan letaknya di kaki gunung Sawal yang di sekelilingnya ada
sungai. Keadaan situs merupakan hutan lindung yang ditumbuhi berbagai jenis
tumbuhan, tanaman keras.menurut temuan arkeologi bila di lihat dari tinggalan
budayanya kawali merupakan kawasan campuran, yaitu berasal dari periode
prasejarah klasik dan periode Islam.
Bentuk budaya yang
terjadi diperkirakan mulai dari tradisi megalitik punden berundak, lumpang
batu, menhir, yoni, ke tradisi klasik ( prasasti ) berlanjut ke tradisi Islam
di tandai dengan adanya makam kuno. Adapun Mata Air Cikawali tak pernah surut.
Benda – benda
peninggalan sejarah purbakala sebagai warisan budaya memiliki fungsi dan peran
penting di berbagai bidang terutama budaya. Sebagai perlindungan terhadap cagar
budaya pemerintah mengeluarkan UU yang di sebut UU Cagar Budaya no. 5 tahun 1992,
salah satu pasal 26 : “ Barang siapa yang sengaja merusak Benda Cagar Budaya
dan Situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan benda cagar budaya dan
situs tanpa izin dari pemerintah sebagaimana dalam pasal 15 ayat 1 dan 2 di
pidana dengan penjara selama – lamanya 10 tahun atau denda setinggi – tingginya
100 juta ”.
Situs Astana Gede
Kawali di samping sebagai taman Cagar Budaya dan sebagai Objek Wisata Budaya
juga merupakan objek ilmu pengetahuan. Peneitian di Astana Gede mulai dilakukan
pada zaman Belanda, tetapi lebih
menitikberatkan pada prasasti rangka pembangunan cungkup. Tahun 1993 Tim Puslit
Arkenas dan Balar Bandung mengadakan pendataan arkeologis. Hasilnya menunjukkan
bahwa situs Astana Gede Kawali berasal dari masaprasejarah, klasik dan Islam,
seperti yang telah disebutkan di muka. Sedangkan yang pertama menemukan adalah
Thomas Raffles pada tahun 1817 diteruskan oleh Gubernur Jenderal Dumer Van
Twiest tahun 1853, prioderik tahun 1855, Brumund tahun 1867, Tuan Veth tahun
1896, Pleyte tahun 1911, De Haan tahun 1912 dan dipugar oleh Puslit Arkenas
tahun 1984 s / d tahun 1985 sedangkan pemagaran oleh Suaka Peninggalan Sejarah
dan Purbakala dari Banten pada tahun 1992 s / d 1993 dan yang pernah
mengekakavasi dari BALAR dan SUAKA.
Raja-Raja Galuh yang berpusat di Kawali
1. Kawali sebagai pusat kerajaan Sunda Galuh
a. Ratna Umi Lestari (1333-1340 M)
Beliau adalah Putri Lingga Dewata raja Sunda Galuh ke
XXI, yang kawin dengan Prabu Sang Ajiguna Linggawisesa. Menjadi raja Sunda
Galuh ke XXII dengan pusat pemerintahan di Kawali, kratonnya di sebut
surawisesa. Mereka mempunyai 3 anak
1.
Ragamulya
2.
Dewi
Kiranasari
3.
Prabu Suryadewata
yang menurunkan raja-raja di Talaga (Majalengka)
b. Prabu Ragamulya (Sang Aki Kolot) (1340-1350 M)
Putra pertama sebagi raja Sunda Galuh ke-23 berpusat di
Kawali. Beranak 2 yaitu Linggabuana & Bunisora
c. Prabu Linggabuana (Prabu Banyakwangi) (1350-1357)
Putra pertama
Ragamulya sebagai raja Sunda Galuh ke-24 menikah dengan Dewi Laralinsing da
beranak 3 yaitu: Diah Pitaloka, Wastukencana, Ratna Parwati.
d. Sang Bunisora (Batara Resi Guru Jampang) (1357-1371 M)
Terkenal
dengan Mangkubumi Suradhipati sebagai raja sunda galuh ke 25 menikah dengan
Dewi Laksmiwati, beranak 4
1.
Giri
Dewata menikah dengan Ratna Kirana Putri Ratu Carbon Girang
2.
Bratalegawa
menikah dengan Wanita Gujarat
3.
Ratu
Banawati
4.
Ratu
Mayangsari menikah dengan Wastukencana.
5.
Prabu
Niskala Wastukencana (1371-1475 M)
Menjadi raja sunda galuh ke 26 (104 thn) 114 pada masa inilah prasasti-prasasti
yang ada di astana Gede Kawali. Di makamkan di Nusa Larang (Situ Lengkong).
Menikah dengan Larasarkah putri Resis susuk lampung. Beranak 1 yaitu
Haliwungan.
6.
Ningrat
Kencana (Dewa Niskala) 1475-1484 M
Sering disebu Prabu Anggalarang dalam babad cirebon dan
berselisih dengan kakaknya susuk tunggal Raja Sunda berpusat di Bogor.
Penguasa dan Bupati Kawali
1. Prabu Jayadiningrat (1484-1528)
Saudara Prabu
siliwangi sepeninggal beliau Kawali diberikan kepada adiknya tapi tidak seibu
sedangkan adik yang satu lagi bernama Kusumalaya/anjar kutamanggu memilih pergi
ke talaga untuk menolong putri talaga yang bernama sibarkencana yang bingung
karena ayanya talaga Manggung ada yang membunuh
2. Pangeran Dungkut (lungkut) 1528-1575 M
Putra raja
kuningan yang bernama Lanangbuana bersaudara dengan putri Mayang Kuning dan
Masang Sari. Menjadi penguasa Galuh Kawali pengganti Jayaningrat setelah
menyerbu Cirebon tetapi kalah di medan perang Gunung Gundul Palimanan.
3. Pangeran Bangsit (1575-1592 M)
Disebut juga
Mas Palembang, putra Pangeran Dungkrut, beranak 2 yaitu Endang Satwika dan
Mahadikusumah yang melanjutkan pemerintahan menggantikan ayahnya serta
meluaskan ajaran agama islam di kawali.
4. Pangeran Mahadikusumah/Apun di Anjung
Putra Pangeran
Bangsit. Putri pertama Adi Dampal kedua Apun Emas istrinya Hariang Natabaya
putri ketiga Tanduran di Anjung.
5. Pangeras Usman
Menikah dengan
putri Maharaja Kawali (Pangeran Mahadikusumah). Pangeran Usman punya ide agar
tempat pemujaan hindu yaitu situs kawali di jadikan pemakaman beliau dan beliau
yang pertama di makamkan di situs kawali. Kemudian diteruskan oleh Adipati
Singacala yang membongkar punden berundak untuk dijadikan makam sehingga
terkenal dengan “Sanghyang Lingga Hyang”
6. Dalem Adipati Singacala (1643-1718 M)
Putra
Adidempul Cicit pangeran Bangsit menjadi menantu Pangeran Usman karena menikah
dengan Nyi Anjungsari putri Pangeran Usman.
Beranak 3. 1.
Satia Meta 2. Bayu Nagasari 3. Nyi Mas Bumi
Mulai saat ini
sebutan Pangeran di ganti dengan sebutan Dalem, karena Kawali sudah berbentuk
kabupaten. Dimakamkan situs Kawali atas keinginanya agar Punden Berundak tampat
pemujaan hindu dibongkar dan dijadikan makamnya.
Sehingga orang datang ke situs kawali bukan memuja kepada
berhala tapi datang ke makam beliau, inilah salah satu taktik penyebaran islam
di daerah Kawali yang di dorong oleh mertuanya, sehingga di kenal dengan Astana
Gede.
Prasasti-Prasasti
Prasasti-Prasasti
Prasasti
Kawali I
Terbentuk dari bahan
batu andesit, bentuknya segi empat tidak beraturan, letak melintang dari arah
utara ke selatan, bidang tulisan terbagi atas 10 garis yang digoreskan secara
sejajar dengan jarak antara 6 – 7 cm. Dalamnya goresan 3 – 4 mm.
Isi
Nihan Tapa Wa lar nu si
ya mulia tapa ( k ) bhana parebu raja wastu mangadeg de kuta kawali nu mahayuna
kadatuan surawisesa nu marigi sa kuliling dayoh nu najur sakala desa aya ma nu
pandori pakena gawe rahayu pakon hobol jaya di buwana.
Terjemahan
Inilah tanda bekas
beliau yang mulia prabu raja wastu yang memerintah di kota kawali yang
memperindah keraton surawisesa, yang membuat parit sekeliling ibu kota yang
memakmurkan seluruh desa semoga ada penerus yang melaksanakan berbuat kebajikan
agar lama jaya di dunia.
Prasasti
Kawali II
Bentuknya menyerupai
sandaran arca, segi lima beraturan, ukuran tinggi 115 cm, lebar bawah 70 cm.
Isi
Aya manu nosi gya
kawali ini pakena kerta bener pakon na ( n ) jor na juritan.
Terjemahan
Semoga ada yang
menghuni dayeuh kawali ini yang melaksanakan kemakmuran dan keadilan agar
unggul dalam perang.
Prasasti kawali II
berisi suatu harapan untuk orang – orang yang mendiami daerah kawali yang
karena keamanannya merupakan suatu syarat untuk menang dalam peperangan.
Prasasti
Kawali III
Berbentuk segi lima
tidak beraturan, letaknya melintang ke arah selatan – utara dengan ukuran
panjang kanan 75 cm, panjang kiri 55 cm, lebar bawah 60 cm, lebar atas 113 cm,
lebar tengah 111 cm pada bidang atas terdapat tulisan dan tanda – tanda yang
terdiri atas sepanjang kaki dan telapak tangan kiri, di atas telapak tangan dan
kaki terdapat goresan – goresan dan ada tulisan di sebelah kiri bidang – bidang
persegi berbunyi angana ada juga yang mengartikannya dengan angana artinya
sendiri. Namun ada pendapat lain yang mengemukakan bahwa tulisan itu di artikan
datang, menghampiri.
Ada pendapat yang
mengemukakan bahwa tempat itu merupakan tempat wastu kencana dalam merenungi
dirinya. Hal ini sejalan dengan arti tulisan anggana artinya sendiri.
Batu tapak merupakan
tempat kegiatan wastu kencana melakukan tafakur, sebagaimana yang selalu di
perintahkan oleh Bunisora Suradipati. Sementara itu lambang kotak – kotak pada
batu tapak tersebut ada yang mengartikan sebagai perlambangan, diartikan lima
buah segi empat / kotak yang letaknya
sejajar diartikan sebagai panca indera. Sedangkan kesembilan bidang segi empat
yang letaknya melintang di artikan sebagai lubang – lubang yang ada pada tubuh
manusia.pendapat lain mengemukakan bahwa kotak – kotak pada batu prasasti III
ini merupakan sebuah kalender / kolenjer yang digunakan untuk menghitung hari
yang dianggap baik. Sedangkan telapak kaki dan tangan diartikan sebagai
kekuasaan.
Prasasti
IV
Letak prasasti
iniberupa batu yang terdiri tegak dengan bagian bawahnya masuk ke dalam tanah.
Tingginya dari permukaan 120 cm. Aksara yang digoreskan sebanyak 6 buah yang
menjadi 6 baris.
Transkripsi : Sang hyang Lingga Hiyang
Terjemahan : Sang hiyang lingga Hiyang
Menurut Dirman
Surachmat, mungkin lingga perwujudan dari arwah nenek moyang. Meurut cerita
rakyat, batu tersebut disebut pula sebagai batu penyandungan yang digunakan
sebagai alat untuk mengukur perasaan bagaimana pusingnya nyandung ( berisi
lebih dari satu ) kalau tidak sanggup, pusingnya sama dengan mengelilingi batu
itu sebanyak 7 keliling sambil tidak bernafas. Oleh sebab itu jangan coba –
coba beristri lebih dari satu kalau seandainya tidak mampu, sebab hanya akan
memusingkan diri sendiri.
Prasasti
V
Berbentuk menhir
tingginya sama dengan prasasti IV hanya sedikit lebih langsing dan lebih
lonjong. Agak condong ke belakang dan bagian yang masuk ke dalam tanahnya lebih
dalam.
Transkripsi : Sanghyang lingga bimba
Terjemahan : Sanghyang lingga bimba
Menurut cerita rakyat,
batu menhir yang bertuliskan sanghyang lingga bimba ini disebut sebagai batu
panyandaan ( tempat bersandar setelah melahirkan selama empat puluh hari ).
Tujuannya adalah agar orang yang melahirkan tersebut segera pulih kembali.
Prasasti
VI
Prasasti ke – 6
merupakan prasasti yang baru ditemukan setelah berselang hampir 200 tahun, yang
kebetulan penemunya adalah kuncen saat
ini yakni Bapak Sofar Pada tahun 1995 di kedalaman 50 – 60 cm.
. Prasasti ini sama
seperti prasasti yang lainnya ditulis dalam huruf sunda kuno banyaknya 6 baris
tetapi tidak memiliki angka tahun, bentuknya segi empat tidak beraturan, ukuran
panjang 72 cm, lebar 62 cm, letaknya tidak jauh dari lokasi prasasti I jaraknya
4 meter ke arah utara. Berikut adalah isi ( tulisan ) prasasti VI :
“ ini perti ( n ) gal
nu atis –ti rasa ayama nu nosi dayoh iwo ulah batenga bisi kakereh ”
Terjemahan : “ ini
pening –galan dari orang berilmu semoga ada yang menghuni kota ini jangan
banyak tingkah bisa celaka ”.
Batu
Palinggih ( Pamuruyan )
Terletak 6 meter
sebelah barat daya pintu masuk, berbentuk batu datar dan berimpit. Di sebelah selatan berdiri lempengan batu datar
dengan tinggi sisi kanan 94 cm,sisi kiri 88 cm, lebar sisi bawah 40 cm, lebar
sisi atas 57 cm.
Masyarakat menyebutnya
sebagai batu kursi, mungkin karena bentuknya seperti kursi, ada pula yang
menyebutnya sebagai batu pamuruyan yang digunakan sebagai tempat menyimpan
sesajen ( pada zaman dulu ). Pendapat lain mengemukakan bahwa batu Palinggih
tersebut dulunya digunakan sebagai tempat pelantikan raja.
Menhir adalah salah
satu peninggalan sejarah berbentuk batu, dan diantara peninggalan – peninggalan
ini memiliki 2 menhir.
Menhir. I
Letaknya 4 meter dari
batu tapak. Menhir ini berukuran tinggi 70 cm, lebar 24cm, tebal 16 cm,
sedangkan di sisi utara berbentuk polos dengan lebar sisi bawah 30 cm, tinggi
50 cm.
Menhir. II
Terletak 4 meter di
sebelah tenggara menhir I, terbuat dari batu andesit yang berbentuk batu
berdiri dengan ukuran tinggi 130 cm, lebar 15 cm, dan tebal 10 cm. Menempel di
sisi utara berupa lumpang batu berpenampang segi tiga.
Ukuran sisi bawah 22 x
22 cm, bagian mulutnya 35 x 35 cm. Ada keistimewaan dari lumpang batu ini,
yaitu memiliki kemampuan menyerap air dari dalam tanah, sehingga airnya tidak
pernah surut. Jenis batu ini baru ada dua yang berhasil ditemukan di Jawa
Barat, yaitu di Astana Gede Kawali dan si situs Gunung Sembung Cirebon. Menurut
cerita rakyat batu ini disebut sebagai batu pangeunteungan tempat
bercermin. Arti filsafat dari cermin / ngeunteung ini adalah bahwa kita harus
senantiasa bercermin pada diri sendiri, jangan sampai lupa diri.
Mata
Air Cikawali
Kawali ialah kolam
kecil yang luasnya antara 9 – 10 meter persegi, kolam ini merupakan sumber mata
air yang tidak pernah kering sepanjang tahun termasuk ketika musim kemarau,
letak kolam ini berada di sebelah barat, jaraknya 300 meter dari kompleks
Astana Gede.
Diceritakan bahwa asal
mula mata air cikawali ini adalah berawal dari peristiwa Ajar Sukaresi ketika
kesaktiannya diuji oleh Bondan serang Raja Galuh. Pada suatu hari Bondan
memanggil Ajar Sukaresi ke kraton dan Bondan sengaja mendandani istrinya dengan
cara menyimpan kuali di perut Naganingrum dengan maksud agar dikira mengandung
kemudian Ajar Sukaresi disuruh untuk menerka apakah bayi yang dikandung oleh
Naganingrum itu bayi laki – laki atau perempuan. Kemudian Ajar Sukaresi menerka
bahwa bayi yang ada dalam kandungan Naganingrum adalah bayi laki – laki. Tiba –
tiba Bondan tertawa dan mengejek Ajar Sukaresi, Bondan mengatakan bahwa Ajar
tertipu, dan Naganingrum tidak sedang mengandun yang diperutnya hany kuali.
Namun Ajar Sukaresi menyuruh membuka perut Naganingrum, lalu Bondan membukanya
dan ternyata benar Naganingrum sedang mengandung, lalu kuali itu ditendang oleh
Bondan jauh sekali sampai di selapanjang lalu tempat jatuhnya kuali itu
sekarang dinamakan Balong Kawali atau mata air kawali.
Makam yang ada di Astana Gede
Kawali
1. Makam Adipati Singacala
Terletak pada puncak pundek berundak, panjangnya 294 cm.
2. Makam Anjung Sari
Anjung sari merupakan Istri dari Adipati Singacala
3. Makam Baya Nagasari
Merupakan putra dari Adipati Singa Cala
4. Makam Pangeran Usman
Makam Pangeran Usman hanya diberi tanda Batu, dan
Panjangnya sekitar 5 M.
5. Makam Cakra Kusumah
Yaitu pengajar Al-Qur’an pada zaman Adipati Singacala
6. Makam Eyang Sancang, adalah petugas keamanan zaman
Adipati Singacala.
7. Makam Satya Meta (Darma Wulan)
8. Makam Angga Direja (Kuncen Astana Gede ke- 1)
9. Makam Yuda Praja (Kuncen Astana Gede ke-3)
10. Makam Sacapraja (Kuncen Astana Gede Ke-4)
11. Makam Sang surya Wiradikusumah
Sekelumit
tentang Masuknya Islam di Kawali
Penyusun sadar, bahwa tujuan
observasi ini pada intinya ialah lebih dititik beratkan mengenai perkembangan
masuknya agama Islam di wilayah Kawali. Akan tetapi, hasil yang kami peroleh
baik dari nara sumber yakni Bapak Sofar “Kuncen sekaligus penemu prasasti ke
VI” beliau menuturkan bahwa “mengenai proses masuknya Islam di Kawali, belum
diketahui secara pasti, dan masih disesilik mengenai kepastiannya” Akan tetapi
tutur beliau pula, yang menjadi catatan sejarah, bahwa masuknya Islam di
wilayah Kawali ini khususnya, penyebarnya itu ialah Pangeran Utsman yang tadi
kita lihat makamnya yang ukurannya panjang sekitar 5m. Itu menggambarkan batapa
besarnya jasa beliau terutama dalam menyebarkan Islam, dan mungkin pula pada
watu itu masih ada orang yang berdedeg tinggi seukuran tersebut.
Pangeran Usman
adalah utusan Cirebon yang
bertugas menyebarkan Islam di Kawali dan didukung oleh Adipati Singacala, Raja
Kawali.
PERISTIWA
PERANG BUBAT/PASUNDAN BUBAT
Peristiwa bubat terjadi ketika masa pemerintahan Prabu
Maharaja Lingabuwana raja Sunda-Galuh ke-24. Peristiwa ini dilatarbelakangi
oleh sumpah palapa Mahapatih Gajah Mada, yang berhasrat menaklukan raja-raja
se-Nusantara. Isi sumpah palapa tersebut adalah, “kalau sudah mengalahkan
nusantara, akan makan palapa. Kalau dapat mengalahkan, seram, tanjung pura,
Haru, Palang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku akan makan palapa”.
Pada waktu itu kerajaan Sunda-Galuh tidak takluk kepada
Majapahit, oleh sebab itu dengan segala daya upaya Mahapatih Gajah Mada ingin
sekali menaklukannya namun tak kunjung berhasil.
Ada peristiwa di luar dugaan Gajah Mada, pada waktu itu
Raja Majapahit yang bernama Hayam Wuruk mencintai wanita sunda yaitu putri Diah
Pitaloka Putri dari Linggabuana Raja Sunda-Galuh ke-24 yang belum berhasil
ditaklukan Kerajaan Majapahit, namun Hayam Wuruk berniat mempersuntingnya.
Dalam kidung
sunda disebutkan bahwa, Raja Daha, dan Raja Kahuripan bertanya kepada Hayam
Wuruk tentang perasaannya kepada Putri Sunda. Raja Majapahit menjawab, Hamba
sudah berketetapan hati tentang gambar sang putri jelita, apabila ada yang
menghalangi, ia akan menjadi musuhku, lawanku berperang, apabila aku mati, ia
pun akan menemaniku.
Semua pembesar
Kerjaan setuju dengan keinginan Raja, seperti: Para Mentri dan Para pembesar
kerajaan lainnya, namun Gajah Mada tidak setuju sekali. Semua orang menjadi
heran, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa demikian pula penjaga dan pelayan
peribadi Raja. Mereka semua tegang dan merasa tercekam dan bertanya-tanya dalam
hatinya masing-masing, apa gerangan yang dikehendaki oleh Mahapatih Gajah Mada.
Sang Patih
Gajah Mada ternyata mempunyai pandangan sendiri tentang kebijakan negaranya, ia
mengemukakan alasan-alasannya kepada Hayam Wuruk, bahwa rencana raja Sunda
pergi ke bubat hanya akan menyulitkan Majapahit dan menurunkan wibawa Raja oleh
sebab itu Gajah Mada yang akan pergi sendiri ke Bubat untuk menyampaikan Raja
Sunda. Semula Hayam Wuruk tidak setuju, tetapi ia tidak mau berselisih paham
dan akhirnya saran Gajah Mada diterimanya.
Gajah Mada
meneruskan keterangan tentang kebijakan kerajaan kepada Raja Majapahit, dan
kemungkinan-kemungkinan tindakan pihak Raja Sunda yang dapat merugikan
Majapahit yaitu, Gajah Mada takut kehilangan wibawa terutama citra Majapahit
karena raja sunda tidak mau takluk kepadanya.
Sementara itu
raja Majapahit tidak paham akan siasat buruk yang dilakukan oleh Gajah Mada. Oleh sebab itu ia mengikuti saran
Gajah Mada untuk menunggu utasan dari Bubat datang ke Majapahit sekitar empat
atau lima hari lagi.
Berita bahwa
Gajah Mada tidak setuju apabila Raja Majapahit datang ke Bubat, sampai juga ke
pihak Sunda. Akhirnya raja Sunda mengirimkan empat orang utusan dibawah
pimpinan Patih Rakean Manti Unus. Ketika utusan bertemu dengan Patih Gajah
Mada, terjadilah perselisihan. Sementara itu pendeta istana berusaha melerai
pertengkaran itu, tetapi tidak berhasil.
Mereka saling
menuduh, seperti tertera dalam “Kidung Sunda”. Patih Rakean Mantri Unus
menjawab perkataan pendeta, hamba menjunjung kata-kata sang pendeta, seperti
air hidup menyegarkan badan putra. Tuanku sang pendeta, tujuan raja ke Jawa
untuk mengantarkan putri karena ingin membesarkan hati menantu, yaitu sang raja
ini, namun patih Gajah Mada hanya menimbulkan perpecahan. Patih Gajah Mada
tidak menerima tuduhan itu.
Akhirnya
peperangan tak terelakan lagi, peperangan antara pihak Sunda dan Majapahit.
Raja Sunda tidak mau menyerahkan putrinya sebagai persembahan, dan lebih baik
gugur dengan cara terhormat. Disuruhnya istrin dan putrinya pulang ke Sunda,
tapi mereka tidak mau.
Persiapan
perang sudah sangat ramai. Pasukan Sunda sudah siap, demikian pula pasukan
Majapahit. Sementara itu Gajah Mada mengusulkan kepada Raja Hayam Wuruk untuk
mengirimkan utusan ke Raja Sunda di Bubat.
Mungkin mereka
takut berperang dan mati, hal itu dapat dihindari dengan jalan mempersembahkan
putri raja sebagai tanda takluk kepada Rasja Sunda.
Hal ini
ditolak mentah-mentah oleh Raja Sunda, malahan menentang raja Majapahit untuk
segera ke Bubat.
Setelah utusan
Majapahit melaporkan hal ini kepada Raja Hayam Wuruk, maka Raja sangat marah dan
menyuruh Mentri-mentrinya untuk bersiap-siap menggempur pihak Sunda, tetapi di
cegah oleh Gajah Mada, mereka harus menyusun siasat terlebih dahulu.
Siasat pertama
Gajah Mada tidak berhasil, banyak pihak Majapahit yang mengalami kekalahan.
Namun setelah Gajah Mada sendiri terjun ke dalam peperangan ia berhasil
membunuh Patih Anepaken, maka setelah itu perkelahian terjadi satu lawan satu.
Pasukan Sunda akhirnya kalah dan hancur begitupun Raja Sunda.
Ia di bela
oleh putrinya dan permaisurinya yang bunuh diri karena ingin mengikuti ayah dan
suaminya ke alam baka.
Korban dari
Sunda 93 orang sedang dari pihak Majapahit sebanyak 3748 orang, Gajah yang mati
14 ekor sedang kuda 27 ekor dan ini terjadi pada tahun 1357 M.
Setelah perang
berakhir dan semua pihak dari Sunda telah gugur, Raja Majapahit menjadi sangat
terpukul dan menderita. Ia sangat meratapi putri sunda, sampai akhirnya ia
jatuh sakit dan wafat.
Raja Daha,
Raja Kahuripan dan Pendeta-pendeta istana mengadakan pembicaraan dengan maksud
untuk menilai kembali apa yang menyebabkan malapetaka di Majaphit disebabkan
karena ulah Patih Gajah Mada.
Akhirnya semua
berunding untuk menggempur dan mengepung Gajah Mada di kediamannya yang megah,
karena Patih Gajah Mada terkenala sebagai hartawan. Ketika sampai dikediaman
Gajah Mada pasukan Majapahit segera mengepungnya. Gajah Mada telah tahu saat
kepergiannya telah tiba, kemudian ia menampakan diri berdiri di halaman setelah
itu lalu menghilang entah kemana.
2 komentar:
As. Teh Ike ! Manawi kagungan silsilah para Bupati Kawali ti kawit Dm Mangkupraja ?, nhn, Ws.
Posting Komentar